Rabu, 27 Desember 2023

Seorang Pembantu Rumah Tangga yang Bercium dengan Anak Majikan

 

Seorang Pembantu Rumah Tangga yang Bercium dengan Anak Majikan

Videomolek - 5 bulan telah saya bekerja sebagai seorang pembantu rumahtangga di keluarga Pak Alex, Saaya memanglah bukan seseorang yang makan pengetahuan bersusun, cuma alumnus SD saja di kampungku. Tapi karena niatku untuk bekerja memang tidak bisa ditahan kembali, pada akhirnya saya ke kota jakarta, dan untung dapat mendapat majikan yang bagus dan bisa memerhatikan kesejahteraanku.

Ibu Alex sebelumnya pernah berbicara kepadaku jika beliau menerimaku jadi pembantu rumahtangga dirumahnya karena umurku yang relatif masih terbilang muda. Beliau tidak sampai hati melihatku luntang-lantung di kota besar ini. "Jangan-jangan kamu kelak justru jadi wanita panggilan oleh beberapa calo WTS yang tidak bertanggungjawab." Tersebut yang diucap beliau kepadaku.

Umurku masih 18 tahun dan kadangkala saya sadar jika saya memang cukup elok, berlainan dengan beberapa gadis dusun di kampungku. Layak saja bila Ibu Alex berbicara demikian padaku.

Tetapi belakangan ini ada suatu hal yang mengusik pikiranku, yaitu mengenai tindakan anak majikanku Mas Rizky padaku. Mas Rizky ialah anak bungsu keluarga Bapak Alex. Ia masih kuliah di semester 4, dan ke-2 kakaknya sudah memiliki keluarga. Mas Rizky baik dan santun padaku, sampai saya menjadi aga enggan jika ada di dekatnya. Kelihatannya ada suatu hal yang tergetar di hatiku. Kalau saya ke pasar, Mas Rizky tidak enggan untuk mengantarkanku.

Bahkan juga saat naik mobil saya tidak dibolehkan duduk di jok belakang, harus di sebelahnya. Ahh.. Saaya selalu menjadi merasa tidak Lezat. Sebelumnya pernah sesuatu malam sekitaran jam 20.00, Mas Rizky akan membuat mie instant di dapur, saya segera menggantikan dengan argumen jika yang dilakukan pada intinya ialah pekerjaan dan kewajibanku agar dapat layani majikanku. Tapi yang terjadi Mas Rizky malah berbicara kepadaku, "Tidak perlu, Wenny. Agar saya saja, tidak ada apa-apa kok.."


"Tidak.. tidak apapun kok, Mas", jawabku tersipu sambil menghidupkan kompor gas.

Mendadak Mas Rizky sentuh bahuku. Dengan lirih ia berkata, "Anda telah lelah sepanjang hari bekerja, Wenny. Tidurlah, esok kamu harus bangun khan.."

Saaya cuma menunduk tidak dapat melakukan perbuatan apapun. Mas Rizky selanjutnya meneruskan mengolah. Tetapi saya masih tetap tercenung di pojok dapur. Sampai kembali Mas Rizky menegurku.

"Wenny, mengapa belum masuk ke dalam kamarmu. Kelak jika kamu kelelahan dan terus sakit, yang ribet kan kita . Biarlah, saya dapat masak sendiri jika sekedar hanya membuat mie semacam ini."

Belum habis daya ingatku saat kami berdua sedang menonton tv di ruangan tengah, dan Bapak dan Ibu Alex tidak sedang ada di rumah. Entahlah mengapa mendadak Mas Rizky melihatiku secara halus. Pandangannya membuatku menjadi salah kelakuan.

"Anda elok, Wenny."

Saaya hanya tersipu dan berkata,

"Beberapa teman Mas Rizky di universitas kan lebih cantik-cantik, apalagi mereka kan beberapa orang kaya dan pintar."

"Tetapi kamu lain, Wenny. Sebelumnya pernah tidak kamu memikirkan bila sesuatu ketika berada anak majikan menyukai pembantu rumahtangga-nya sendiri?"

"Ah.. Mas Rizky ini ada saja. Mana ada narasi semacam itu", jawabku.

"Jika realitanya ada, bagaimana?"

"Iya.. tidak tahu dech, Mas."

Ucapannya itu yang sampai sekarang ini membuatku selalu resah. Apa betul yang disebutkan oleh Mas Rizky jika dia menyukaiku? Tidakkah ia anak majikanku yang tentu saja orang kaya dan terhormat, dan saya hanya seorang pembantu rumahtangga? Ah, pertanyaan itu selalu terngiang dalam benakku.

Tiba saya masuk bulan ke tujuh saat kerjaku. Sore hari ini cuaca sedang hujan walau tidak berapa lebat. Mobil Mas Rizky masuk garasi. Kusaksikan pemuda ini berlari ke arah teras rumah. Saaya segera mendatanginya dengan bawa handuk untuk mengusap badannya.

"Bapak belum pulang?" tanyanya padaku.

"Belum, Mas."

"Ibu.. pergi..?"

"Ke rumah Bude Mami, demikian ibu katakan."

Mas Rizky yang duduk di atas sofa ruangan tengah kusaksikan tetap tidak stop mengusap kepalanya sambil buka pakaiannya yang agak basah. Saaya yang sudah mempersiapkan satu gelas kopi susu panas mendatanginya. Ketika saya nyaris tinggalkan ruangan tengah, kudengar Mas Rizky panggilku. Kembali saya mendatanginya.

"Anda mendadak membuatkan saya minuman hangat, walau sebenarnya saya tidak menyuruhmu kan", sebut Mas Rizky sambil bangun dari tempat duduknya.

"Wenny, saya ingin katakan jika saya menyenangimu."

"Tujuan Mas Apa bagaimana?"

"Apa saya perlu terangkan?" sahut Mas Rizky padaku.

Tanpa sadar saya sekarang berhadap-hadapan dengan Mas Rizky dalam jarak yang dekat, bahkan juga dapat disebutkan terlalu dekat. Mas Rizky raih ke-2 tanganku untuk digenggamnya, dengan sedikit tarikan yang dilakukan karena itu badanku sudah dalam posisi sedikit terangkut mendekat di badannya. Sudah tentu dan automatis juga saya makin bisa nikmati muka tampan yang agak basah karena siraman hujan barusan. Demikian juga Mas Rizky yang lebih bisa juga nikmati muka bulatku yang dihias bundarnya bola mataku dan imutnya hidungku.

Kami berdua tidak dapat berbicara kembali, cuma sama-sama melemparkan pandang dengan dalam tanpa tahu rasa masing-masing dalam hati. Mendadak entahlah karena dorongan rasa yang seperti apakah dan bagaimana bibir Mas Rizky menciumi tiap lekuk mukaku yang selekasnya setelah tiba di bagian bibirku, saya membalasnya pagutan kecupannya.

Kurasakan tangan Mas Rizky memasuki naik ke dadaku, di bagian gumpalan dadaku tangannya meremas halus yang membuatku tanpa sadar mendesah serta menjerit halus. Tiba di sini demikian campur baur hatiku, saya rasakan nikmat yang berlebihan tetapi di bagian lain saya rasakan nikmat yang berlebihan tetapi di bagian lain saya rasakan takut yang entahlah bagaimana saya harus menantangnya.

Tetapi kombinasi rasa yang begitu ini selekasnya terhapus oleh rasa nikmat yang bisa mulai menikmatinya, saya terus layani dan membalasnya tiap kecupan bibirnya yang di tujukan pada bibirku berikut tiap lekuk yang terdapat pada bagian dadaku. Saaya makin tidak kuat meredam rasa, saya menggeliat kecil meredam tekanan dan gelora yang makin menghangat.

Dia mulai melepaskan satu per satu kancing pakaian yang kukenakan, sampai juga saya telanjang dada sampai buah dada yang demikian ranum mencolok dan menunjukkan diri pada Mas Rizky. Makin saja Mas Rizky mainkan bibirnya pada ujung buah dadaku, dikulumnya, diciuminya, bahkan juga dia menggigitnya. Golak dan getaran yang tidak pernah kurasa awalnya, saya sekarang melayang-layang, terbang, saya ingin nikmati cara selanjutnya, saya rasakan sebuah kepuasan tanpa batasan untuk sekarang ini.

Saaya sudah berusaha untuk melawan pergolakan yang meletus bak gunung yang hendak memuntahkan isi kawahnya. Tetapi suara hujan yang semakin menderas, dan keadaan rumah yang tinggal kami berdua, dan bisik goda yang saya tidak tahu darimanakah hadirnya, keseluruh itu membuat kami berdua makin terlarut di dalam permainan cinta ini. Pagutan dan rabaan Mas Rizky ke semua badanku, membuatku pasrah dalam rintihan kepuasan yang kurasakan.

Tangan Mas Rizky mulai mereteli baju yang dikenai, iapun telanjang bundar sekarang. Saaya tidak kuat kembali, selekasnya dia menarik dengan keras celana dalam yang kukenakan. Tangannya terus menggerayangi sekujur badanku. Selanjutnya di saat tertentu tangannya menuntun tanganku untuk ke arah lokasi yang diharap, di bagian bawah badannya. Mas Rizky dan kedengar mendesah.

Buah dadaku yang imut dan padat tidak pernah terlepas dari remasan tangan Mas Rizky. Fana badanku yang sudah terlentang di bawah badan Mas Rizky menggelinjang-liat seperti cacing kepanasan. Sampai lenguhan antara kami mulai kedengar sebagai pertanda permainan ini sudah selesai. Keringat berada di mana-mana sementara baju kami kelihatan berantakan dimana saja. Ruangan tengah ini jadi demikian amburadul ditambah sofa tempat kami bermain cinta denga penuh pergolakan.

Saat senja mulai tiba, usailah pertarungan gairahku dengan gairah Mas Rizky. Kami duduk di atas sofa, tempat kami barusan lakukan sebuah permainan cinta, dengan rasa sesal yang masing-masing kacau dalam hati. "Saaya tidak permainkan kamu, Wenny. Saaya kerjakan ini karena saya menyukai kamu. Saaya benar-benar, Wenny. Anda ingin menyukaiku kan..?" Saaya termenung tidak sanggup menjawab sepatah katapun.

Mas Rizky mengusap butiran air bening di pojok mataku, lantas mencium pipiku. Seakan ia mengatakan jika keinginan hatinya padaku ialah kejujuran cintanya, dan akan sanggup membuatku percaya akan ketulusannya. Walau saya masih tetap menanyakan dalam sesalku, "Mungkinkah Mas Rizky akan mampu menikah denganku yang cuma seorang pembantu rumah tangga?"

Sekeliling jam 19.30 malam, baru rumah ini tidak berlainan dengan saat-saat tempo hari. Bapak dan Ibu Alex sebagaimana umumnya tengah nikmati siaran acara tv, dan Mas Rizky mengeram di kamarnya. Yah, seakan tidak ada kejadian apapun yang dulu pernah terjadi di ruangan tengah tersebut.

Semenjak permainan cinta yang penuh gairah itu kulakukan dengan Mas Rizky, waktu yang jalan juga tidak berasa sudah memaksakan kami untuk selalu bisa mengulang kembali nikmat dan cantiknya permainan cinta itu. Dan yang jelas saya jadi seseorang yang harus dapat mengikuti tekad gairah yang terdapat pada diri. Tidak perduli kembali malam atau siang, di atas sofa atau di dapur, asal kondisi rumah kembali sepi, kami selalu terbenam tenggelam di dalam permainan cinta denga pergolakan gairah birahi. Sering kali setiap saya memikirkan sebuah style di dalam permainan cinta, mendadak gairahku naik-turun ingin selekasnya saja rasanya lakukan style yang lewat dalam benakku itu. Terkadang aku juga melakukan sendiri di dalam kamar dengan memikirkan muka Mas Rizky.

Bahkan juga saat di dalam rumah sedang ada Ibu Alex tetapi mendadak gairahku naik-turun, saya masuk kamar mandi dan memberikan kode pada Mas Rizky untuk mengejarnya. Untung kamar mandi untuk pembantu di keluarga ini tempatnya berdi belakang jauh dari capaian tuan-rumah. Saaya melakukan di situ dengan penuh pergolakan di bawah siraman air mandi, dengan lumuran busa sabun di mana-mana yang rasanya membuatku makin saja nikmati sebuah rasa tanpa batasan mengenai kepuasan.

Meski setiap selesai lakukan hal tersebut dengan Mas Rizky, saya selalu dihantui oleh sebuah pertanyaan yang itu-itu kembali dan secara gampang mengganggu benakku: "Bagaimana bila saya hamil kelak? Bagaimana bila Mas Rizky malu mengaku, apa keluarga Bapak Alex ingin memberikan restu kami berdua untuk menikah sekalian sudi menerimaku sebagai menantu? Atau mungkin saya akan di usir dari rumah ini?

Atau pasti juga saya diminta untuk gugurkan kandungan tersebut?" Ah.. pertanyaan ini betul-betul membuatku seakan edan dan ingin menjerit sekuat mungkin. Apalagi Mas Rizky sejauh ini cuma berkata: "Saaya menyukaimu, Wenny." Seribu juta kalipun kata itu terlempar dari mulut Mas Rizky, tidak bermakna apapun bila Mas Rizky masih tetap diam tidak terang-terangan dengan keluarganya pada sesuatu yang terjadi dengan kami berdua.

Pada akhirnya terjadi apa yang sejauh ini kutakutkan, jika saya mulai kerap muntah dan mual, yah.. saya hamil! Mas Rizky mulai grogi dan cemas atas peristiwa ini.

"Mengapa kamu dapat hamil sich?" Saaya cuma diam tidak menjawab.

"Tidakkah saya telah memberimu pil agar kamu tidak hamil. Jika ini kita yang ribet .."

"Mengapa perlu ribet Mas? Tidakkah Mas Rizky telah janji akan menikah dengan Wenny?"

"Iya.. iya.. tetapi tidak sekencang ini Wenny. Saaya tetap menyukaimu, dan saya pasti menikah denganmu. Tapi bukan sekarang ini. Saaya perlu waktu yang pas untuk berbicara dengan Bapak dan Ibu jika saya menyukaimu.."

Yah.. setiap saya mengeluhkan masalah perutku yang semakin semakin bertambah umurnya dari waktu ke waktu dan ganti dengan minggu, Mas Rizky selalu ketidaktahuan sendiri dan tidak pernah memperoleh jalan keluar. Saaya menjadi makin tersudut oleh keadaan dalam kandungan yang tentu saja semakin jadi membesar.

Genap pada umur 3 bulan kehamilanku, keteguhkan hatiku untuk melangkah kaki keluar dari rumah keluarga Bapak Alex. Kutinggalkan semua masa lalu duka atau sukai yang sejauh ini kuperoleh di dalam rumah ini. Saaya tidak mempersalahkan Mas Rizky. Ini semua salahku yang tidak sanggup jaga kemampuan dinding imanku.

Subuh pagi hari ini saya tinggalkan rumah ini tanpa pamit, sesudah kusiapkan makan pagi dan sepucuk surat di atas meja makan yang didalamnya jika saya pergi sebab menganggap bersalah pada keluarga Bapak Alex.

Nyaris satu tahun sesudah kepergianku dari keluarga Bapak Alex, Saaya sekarang sudah nikmati kehidupanku sendiri yang tidak semestinya saya lalui, tetapi saya berbahagia. Sampai di suatu pagi saya membaca surat pembaca di Tabloid populer. Surat itu didalamnya jika seorang pemuda Rizky cari dan menginginkan istrinya yang namanya Wenny agar selekasnya pulang. Pemuda itu terlihat sekali mengharap dapat berjumpa kembali dengan sang calon istrinya karena ia demikian menyukainya.

Saaya tahu dan memahami betul siapa calon istrinya. Tetapi saya tidak ingin kembali dan saya tidak patut untuk ada di rumah itu kembali, rumah rumah pemuda namanya Rizky tersebut. Saaya telah terbenam dalam genangan ini. Seandainya saja Mas Rizky sukai ke lokalisasi, pasti ia tidak butuh harus menulis surat pembaca tersebut. Mas Rizky pasti temukan calon istrinya yang disayanginya. Supaya Mas Rizky juga memahami jika sampai sekarang saya tetap rindukan kehangatan cintanya. Asmara yang pertama dan paling akhir buatku.

cerita seks, cerita sex, cerita bokep, cerita sex dewasa, cerita sex sedarah, cerita panas, cerita seks dewasa, cerita sex terbaru, cerita sex bergambar, cerita sex tante, kumpulan cerita sex, cerita dewasa hot, cerita dewasa sex, cerita sex hot, kumpulan cerita dewasa, cerita sex selingkuh, cerita dewasa bergambar, cerita seks sedarah, cerita dewasa sedarah, cerita bercinta, cerita seks terbaru, kisah sex, slot dana 5000, slot pulsa, slot thailand, slot kamboja, deposit pulsa tanpa potongan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

authorIKUTI EVENT SLOT & SBOBET #PETIRZEUS88 ❗ ☎️WA: +62 812-6932-3693
Link Alternatif →